Consumer Price Index (CPI) adalah indikator ekonomi yang digunakan oleh banyak negara untuk mengukur tingkat inflasi dan dipakai sebagai salah satu acuan untuk menentukan kebijakan yang paling efektif. Orang awam umumnya menganggap CPI sebagai ukuran tingkat pengeluaran keluarga atau individu, dan ukuran daya beli mata uang yang terus menerus berubah karena inflasi. Namun, data CPI seringkali diamati oleh para pejabat pengambil keputusan dan pelaku pasar finansial karena dianggap sebagai pengukur tingkat inflasi paling penting.
Seperti diketahui, negara-negara industri maju maupun negara berkembang seperti Indonesia selalu memantau tingkat inflasi dari waktu ke waktu. Informasi mengenai tingkat inflasi pada suatu periode tertentu diperoleh dari perubahan harga di tingkat konsumen maupun tingkat produsen. Di tingkat konsumen dinamakan CPI, sedangkan di tingkat produsen disebut PPI (Producer Price Index).
Pengukuran CPI
CPI adalah perubahan harga rata-rata di tingkat konsumen pada sejumlah jenis barang dan jasa tertentu. Di Amerika Serikat, pengukuran CPI dibagi atas dua kelompok populasi besar, yaitu keluarga atau individu perkotaan yang dinamakan CPI-U (CPI-Urban) dan pekerja kantoran (clerical worker) yang disebut CPI-W.Agar ada acuan angka untuk diperbandingkan, Bureau of Labor Statistics (BLS) AS menggunakan referensi dasar pada rata-rata perubahan level harga atau indeks rata-rata selama 36 bulan, dari tahun 1982 sampai dengan 1984. Angka referensi dasar tersebut adalah 100. Selanjutnya, BLS melakukan pengukuran dengan formula yang dibuat berdasarkan bilangan referensi dasar tersebut. Misalnya, jika CPI sama dengan 110, berarti ada kenaikan tingkat harga-harga sebesar 10%; dan jika CPI 90, artinya turun 10%. Tentu saja hasil pengukuran tersebut tidak dibuat berdasarkan data yang detail dan menyeluruh, tetapi diasumsikan cukup bisa mewakili perubahan tingkat harga pada kedua populasi besar tersebut.
CPI diukur berdasarkan kategori barang dan jasa yang dikonsumsi oleh dua populasi besar tersebut di atas. Yang paling utama antara lain:
Dua Jenis Data CPI
Laporan CPI biasanya memuat dua jenis data, yaitu, CPI inti (Core CPI) dan CPI total (Headline CPI). CPI Inti tidak memperhitungkan kategori barang makanan dan minuman, bahan bakar kompor gas dan bahan bakar mobil yang fluktuasi-nya cukup besar.Rilis data CPI dinyatakan dalam persentasi perubahan dari data sebelumnya per bulan, dan total persentasi dalam setahun (12 bulan) dibandingkan dengan data tahun lalu atau year-over-year. Berikut contoh data CPI Amerika Serikat (year-over-year) sejak kuartal kedua tahun 2014 hingga kuartal kedua tahun 2018 (artikel telah di-update -red).
Pemerintah dan bank sentral selalu memonitor perubahan CPI dari waktu ke waktu sebagai patokan utama untuk mengetahui tingkat inflasi. Dalam menentukan tingkat suku bunga, bank sentral selalu melihat pada perubahan indikator CPI dan PPI, di samping beberapa indikator fundamental lainnya.
Sebagai trader forex, kita mesti mengikuti data indikator CPI ini yang dirilis setiap bulan, karena dampaknya cukup tinggi terhadap nilai mata uang. Tidak jarang bank sentral menentukan arah kebijakan yang berdampak tinggi pada pasar finansial karena performa CPI negaranya. Bank of Japan contohnya, selama ini masih kesulitan keluar dari masalah CPI rendah, sehingga arah kebijakannya senantiasa longgar. Sementara itu, pada negara-negara berkembang seperti Indonesia yang CPI-nya relatif tinggi, bank sentral lebih cenderung untuk memotong suku bunga (kebijakan moneter ketat) daripada sebaliknya.
Melihat besarnya pengaruh data CPI pada kebijakan bank sentral dan perekonomian, tak heran jika laporan CPI dari negara-negara asal mata uang mayor termasuk dalam daftar Berita (News) Forex yang Sering Ditunggu.
Pengaruh Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar Mata Uang
Pergerakan harga di pasar forex sangat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain para pemain besar dan institusi keuangan, pengaruh faktor fundamental juga berperan dalam menggerakkan pasar, salah satunya adalah suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral suatu negara. Dalam keadaan normal investor tentu mengharapkan perolehan (return) yang tinggi dari instrumen investasi yang dipilihnya termasuk mata uang. Tingkat suku bunga dalam hal ini sangat mempengaruhi nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.Tingkat suku bunga menentukan nilai tambah mata uang suatu negara. Semakin tinggi suku bunga suatu mata uang, akan semakin tinggi pula permintaan akan mata uang negara tersebut. Tingkat suku bunga diatur oleh bank sentral, dan jika dalam jangka panjang bank sentral selalu menaikkan suku bunga maka trend nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara lain akan cenderung naik. Hal ini akan terus berlangsung sampai ada faktor lain yang mempengaruhi atau bank sentral kembali menurunkan suku bunganya.
Pengaruh Kenaikan Tingkat Suku Bunga
Sebagai illustrasi ambillah contoh EUR/AUD. Saat ini suku bunga mata uang Euro adalah 0.50% dan dollar Australia 2.75%. Jika bank sentral kawasan Euro (ECB)
menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0.25% maka suku bunga EUR akan
menjadi 0.75%. Asumsikan suku bunga AUD tidak berubah sehingga
permintaan akan AUD juga relatif tetap. Kenaikan tingkat suku bunga Euro
akan menarik investor untuk memindahkan asset investasinya (misalnya
saham, properti atau mata uang lain) ke mata uang Euro karena mereka
ingin mendapatkan keuntungan dari perubahan tingkat suku bunga tersebut.Walaupun pada contoh di atas suku bunga EUR masih lebih rendah dari suku bunga AUD, namun perubahan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan permintaan akan mata uang EUR di level konsumen meningkat sehingga nilai tukar Euro terhadap dollar Australia atau EUR/AUD juga naik. Jika suku bunga mata uang negara lain tidak berubah, maka kenaikan suku bunga EUR tersebut tidak hanya berpengaruh pada nilai EUR/AUD saja, namun juga terhadap nilai tukar EUR versus mata uang lainnya. Dalam hal ini nilai EUR/xxx (xxx adalah mata uang lainnya) akan naik.
Pengaruh Penurunan Tingkat Suku Bunga
Sebaliknya dari contoh di atas, jika ECB menurunkan tingkat suku bunganya, semisal 0.25% juga sehingga suku bunga EUR menjadi 0.25%. Investor akan segera melepas kepemilikannya atas mata uang Euro dan beralih ke jenis asset lainnya seperti saham, properti atau mata uang negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi. Jika ini terjadi maka nilai tukar EUR terhadap mata uang lainnya akan turun, atau EUR/xxx akan melemah.Perubahan arah pergerakan nilai tukar di atas terjadi hanya pada saat ada perubahan tingkat suku bunga, atau isu dan juga rumor yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan suku bunga seperti tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca perdagangan yang makin besar dan sebagainya. Dalam pasar forex, isu perubahan tingkat suku bunga sangat sensitif, oleh karenanya komentar seorang gubernur atau kepala bank sentral akan sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang suatu negara. Di samping itu, perbedaan tingkat suku bunga antara dua mata uang bisa menyebabkan terjadinya carry trade, salah satu strategi dalam trading forex. Makin besar selisih suku bunga antara dua mata uang, makin tinggi pula potensi carry trade terhadap pasangan mata uang tersebut.
Jika disimpulkan, berikut adalah informasi penting terkait pengaruh suku bunga terhadap mata uang yang perlu Anda perhatikan:
Selain perubahan suku bunga, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai tukar mata uang. Simak selengkapnya dalam artikel 6 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang.
Pengertian Inflasi Pada Perekonomian Dunia
Dalam kehidupan sehari-hari dan berita televisi, inflasi sudah lazim disebut-sebut. Namun, kebanyakan orang tak sungguh-sungguh memahami apa itu inflasi, melainkan semata-mata menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk saja. Nah, di sini kita akan mendalami arti inflasi yang sesungguhnya.
Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah peningkatan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam suatu periode tertentu di sebuah wilayah tertentu. Perhatikan bahwa inflasi tidak serta merta merupakan kenaikan harga saja. Jika warung bakso langganan Anda menaikkan harga, maka itu bukan inflasi. Namun, jika survei lembaga statistik telah menyimpulkan ada tren kenaikan harga bakso, soto, berbagai makanan lain, buah-buahan di pasar, pakaian di mall, perabotan, BBM, biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan berbagai barang-jasa lainnya dalam satu periode tertentu (biasanya bulanan), maka itu berarti telah terjadi inflasi.Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
- konsumsi masyarakat yang meningkat,
- berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
- ketidaklancaran distribusi barang,
- dan lain sebagainya.
Dalam kondisi ekonomi normal pun tetap akan terjadi inflasi apabila pertumbuhan populasi meningkat, hingga permintaan akan barang dan jasa naik terus menerus. Buktinya, sebungkus permen berharga Rp25 pada era 1990an, sekarang harganya Rp100 atau Rp200. Jika dulu kita bisa membeli sebungkus permen dengan harga Rp 1,000; kini kita harus merogoh kocek sebanyak 10,000.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya daya beli mata uang secara terus menerus. Selain itu, istilah inflasi digunakan untuk mendefinisikan peningkatan jumlah uang beredar yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Cara Mengukur Inflasi
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi. Namun umumnya, inflasi ditilik dari indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) dan indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI).CPI mengacu pada harga-harga barang dan jasa di tingkat konsumen (harga yang kita bayarkan ke toko atau penyedia jasa). Karena langsung sesuai dengan kondisi pengguna, maka data CPI merupakan acuan inflasi paling penting. Sedangkan PPI berdasarkan harga-harga di tingkat produsen, atau dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan produsen untuk memproduksi barang dan menyediakan jasa. Biasanya, data-data ini dirilis setiap bulan oleh badan statistik setiap negara dan menjadi bahan pertimbangan untuk pembuatan keputusan oleh pemerintah, bank sentral, pengusaha, maupun investor dan trader di pasar finansial.
Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni inflasi ringan, inflasi sedang, inflasi berat, dan hiperinflasi. Selain itu, terdapat pula situasi yang berkebalikan dari inflasi, yaitu deflasi. Deflasi terjadi apabila indikator-indikator harga (CPI maupun PPI) bukannya meningkat, melainkan menurun (inflasi negatif).Dalam keadaan normal, tingkat inflasi selaras dengan tingkat pertumbuhan suatu negara. Diantara negara-negara berkembang, biasanya inflasi dianggap wajar bila berada di sekitar 3-4% per tahun dengan toleransi deviasi antara 1-2%. Namun, untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Zona Euro, Inggris, dan Jepang, bank sentral biasanya menargetkan inflasi 2% saja.
Apabila sampai terjadi inflasi berat atau bahkan hiperinflasi, maka itu bisa mengindikasikan kalau suatu negara tengah larut dalam krisis ekonomi (resesi). Contohnya ketika Presiden Robert Mugabe dari Zimbabwe ingin mempertahankan kekuasaannya, ia mencetak lebih banyak uang Dolar Zimbabwe. Akibatnya justru merusak perekonomian.
Jumlah barang dan jasa yang tersedia menurun akibat salah kebijakan, sedangkan jumlah uang berbedar meningkat; sehingga orang-orang berebut mengeluarkan dana sebesar-besarnya untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan. Hal ini memicu kenaikan harga-harga secara drastis hingga inflasi mencapai puluhan ratusan, jutaan, hingga milyaran persen dalam setahun (hiperinflasi). Daya beli mata uangnya di dalam negeri anjlok dan kurs nilai tukarnya merosot drastis. Mulai tahun 2009, Zimbabwe tak lagi mencetak uang sendiri dan masyarakat terpaksa menggunakan mata uang asing seperti Dolar AS, Euro, dan Yuan untuk bertransaksi sehari-hari.
Dampak Inflasi: Positif dan Negatif
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi itu sendiri.-
Dampak Deflasi
-
Dampak Inflasi Ringan
Adanya inflasi akan menguntungkan orang-orang yang pendapatannya meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti misalnya pengusaha. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji yang terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Namun, inflasi ringan pun dapat merugikan para penerima pendapatan tetap, khususnya pensiunan.
Penerima pendapatan tetap akan kewalahan menanggung dan mengimbangi kenaikan harga barang-barang kebutuhan, sehingga kualitas hidup menurun. Ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian-, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Inilah salah satu alasan mengapa orang-orang disarankan melakukan investasi sejak dini.
-
Dampak Inflasi Sedang
Apabila masyarakat mulai enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, dunia usaha membutuhkan dana untuk berkembang, yang mana sebagian dana tersebut bersumber dari pinjaman bank yang disalurkan dari tabungan masyarakat. Oleh karenanya, bank sentral setiap negara biasanya akan menaikkan suku bunga acuan mereka, apabila inflasi sampai mencapai target atau lebih dari itu.
-
Dampak Inflasi Berat dan Hiperinflasi
Coba saja bayangkan: untuk membeli sebutir telur, minggu lalu Anda hanya perlu uang senilai 100,000, tapi minggu ini Anda perlu membawa segepok uang senilai 500,000. Bukan hanya repot sekali membawa uang tersebut, melainkan gaji Anda pun jadi tak ada gunanya. Walaupun gaji dinaikkan menjadi 20,000,000 bulan ini, itu bahkan tak bisa membayar makanan keluarga hingga kenyang di bulan depan!
Apabila digambarkan dalam infografi, berikut ini visualiasi untuk dampak inflasi terhadap perekonomian: